Rabu, 09 Maret 2011

Rumah Kompos, Mengolah Limbah Menjadi Berkah

Masalah tanah yang kurang subur atau bahkan cenderung mati atau rusak, menjadi permasalahan bagi petani untuk bercocok tanam. Penanganan kurang suburnya tanah bisa menimbulkan dampak terhadap besarnya pengeluaran petani yang sebetulnya bisa ditekan apabila tahu bagaimana cara mengolahnya.
Untuk mengatasi permasalahan kurangnya kandungan bahan organik di dalam tanah tersebut, 2 tahun yang lalu tepatnya tahun 2009, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lamongan telah membuat suatu gagasan untuk membangun Rumah Kompos. Program Rumah Percontohan Pembuatan Pupuk Organik (RP30) yang berlokasi di Desa Medang, Kecamatan Glagah itu juga sudah berproduksi.
Kepala Bidang Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Ernawan melalui Kabag Humas dan Infokom Anang Taufik saat dikonfirmasi dia mengatakan, ada sebagian tanah di Lamongan yang tidak produktif lagi sehingga sangat sulit dipakai untuk menanam.
“Ada tanah yang kandungan bahan organiknya sangat rendah yaitu dibawah dua persen. Untuk menaikkannya menjadi tiga hingga lima persen supaya subur dan bisa ditanam kembali, butuh usaha ekstra. Salah satunya dengan pengadaan Rumah Kompos. Selain itu, rumah kompos ini bias menjadi solusi terbuangya limbah pertanian seperti damen yang selama ini belum maksimal pemanfaatannya. Di anggaran tahun ini, diusulkan akan dibangun lagi lima unit rumah kompos sejenis, ” ujarnya.
Ernawan menambahkan, Rumah Kompos dengan Ketua Kelompak Tani bernama Sutrisman yang beranggotakan 25 orang tersebut dengan sekali produksi mampu menghasilkan sebanyak 5 kwintal perjam pupuk dengan bahan baku sampah sekitar seperti padi, jerami, serta kotoran ternak. “Sementara itu untuk 1 kali musim tanam maksimal bisa sampai 20 ton,” paparnya.
Diakui oleh Ernawan, kesadaran petani dengan menggunakan metode tersebut di nilainya sangat kurang. Entah karena malas atau mungkin kurangnya pengetahuan mereka akhirnya enggan menggunakan. Padahal jika diterapkan dan ditelateni semaksimal mungkin sampah atau limbah tersebut jika diolah bisa menjadi berkah dan mengurangi biaya pengeluaran penggunaan pupuk kimia.
Secara umum rumah kompos terdiri dari bak-bak inkubasi dengan jumlah dan kapasitas tertentu. Bak-bak tersebut berfungsi sebagai tempat untuk menampung sampah organik dan non organik. Disitu juga terdapat ruang untuk pencacahan atau pengilingan, ruang pengemasan, dan display.
Di dalam rumah kompos di desain pula saluran-saluran air untuk penampung air lindi yang keluar dari sampah yang di tampung di bak fermentasi sebelum diolah menjadi pupuk. Lamanya proses pengomposan rata-rata 2-3 minggu supaya bisa dimanfaatkan menjadi pupuk. “Dengan pengembangan unit-unit pengolahan kompos diharapkan bisa memberikan manfaat tambahan terhadap sampah-sampah yang selama ini hanya dibuang, “ ujarnya.

Tidak ada komentar: