Kamis, 17 Desember 2009

Agen Diminta Taati Kesepakatan

Asisten Ekonomi Pembangunan Lamongan Djoko Purwanto meminta agar agen penyalur minyak tanah (mitan) di wilayah pantura (Brondong dan Paciran) tetap mentaati kesepakatan yang dibuat 20 Oktober lalu. Hal itu disampaikannya saat rapat koordinasi di Ruang Sabha Nirbawa, Rabu (16/12).

Ada tiga item kesepakatan yang diminta Djoko Purwanto agar tetap ditaati agen mitan. Tiga kesepakatan tersebut adalah setiap pembelian mitan diwajibkan menggunakan KTP setempat. Kemudian membatasi pembelian paling banyak 30 liter untuk setiap orang dan pangkalan diminta tidak menaikkan harga. Yakni tetap mematuhi harga eceran tertinggi (HET) mitan di Lamongan sebesar Rp 3250 setiap liternya.

Permintaan dalam rapat yang dihadiri agen mitan, perwakilan Pertamina, perwakilan nelayan dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan Rukun Nelayan Indonesia (RNI) dan muspika kecamatan tersebut disampaikan Djoko karena mulai adanya pelanggaran terhadap kesepakatan itu.

Menurut Djoko, pada Oktober dan November suasana berlangsung kondusif karena semua kesepakatan ditaati. Namun mulai Desember ini ada kesepakatan yang tidak ditaati sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat. ”Jangan sampai kondisi ini berlanjut hingga menimbulkan suasana yang tidak kondusif. Karena itu harus ada ketegasan, ” kata dia.

Djoko menyebut, jika sampai ada pelanggaran yang dilakukan oleh pangkalan, berarti ada kelemahan di tingkat agen. Demikian pula jika ada pelanggaran di tingkat agen, berarti ada kelemahan di tingkat produsen (Pertamina). ”Agen mitan harus merekrut pegawai untuk mengawasi setiap pangkalan yang menjadi kewenangannya. Jangan sampai pangkalan lebih memilih melayani pembeli luar daerah yang berani membayar dengan harga lebih mahal. Masyarakatpun juga harus ikut mengawasi jika menemukan pelanggaran, ” tegasnya.

Sementara perwakilan Pertamina Aji Anom Purwasakti saat dimintai keterangan menyampaikan, jika ada pelanggaran yang tidak diberi sanksi tentu tidak akan berarti. Dikatakannya, dari pihak Pertamina sanksi tertinggi yang bisa dikenakan adalah sanksi administratif. Yakni yang paling keras dengan mencabut ijin agen bersangkutan. Sedangkan sanksi pidana tentunya adalah kewenangan dari pihak kepolisian.

”Kasus yang terjadi di Lamongan tipikal dengan kasus di daerah lain. Yakni ketika ada satu kawasan yang belum dinyatakan closing dan masih menerima alokasi mitan, biasanya daerah tersebut akan diserbu masyarakat daerah lain yang jatah mitannya sudah distop. Maka ketika alokasi mitan di Brondong dan Paciran belum distop, pasti akan diserbu masyarakat tetangga seperti Gresik dan Tuban, ” jelasnya dalm rapat yang juga dihadiri Kabag Perekonomian Nurroso dan Kadinas Perikanan dan Kelautan Mustakim Aris itu.

Tidak ada komentar: