Selasa, 07 Juni 2011

HNSI Tuntut Tambah Alokasi Solar Nelayan

Bertempat di Tanjung Kodok Beach Resort, Kecamatan Paciran, Senin malam (30/5), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lamongan berdialog dengan DPR RI Komisi VII, PT Pertamina dan BPH Migas. HNSI pada kesempatan itu mengajukan tiga pokok tuntutan soal Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang saat ini menjadi permasalahan utama para nelayan setempat.


Ketua HNSI Lamongan Anas Wijaya dalam dialog tersebut mengatakan, ada tiga pokok tuntutan soal SPBN yang saat ini menjadi permasalahan utama para nelayan setempat. Yaitu kurangnya pasokan solar, meminta difungsikannya kembali SPBN Paciran yang saat ini dianggapnya “mati”, dan sosialisasi yang jelas tentang koordinasi lapangan (korlap) mekanisme pengisian BBM dari nelayan oleh aparat setempat supaya tidak terjadi kesalah pahaman.

Dikatakan lebih lanjut oleh Anas, BBM jenis solar selama ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan empat desa yaitu Brodong, Blimbing, Kandang Semangkon dan Sedayu Lawas. Dengan alokasi sebesar 500 kilo liter (KL)/bulan. Besaran alokasi itu menurut Anas dianggap kurang untuk memenuhi kebutuhan melaut nelayan. “Setidaknya dibutuhkan jatah solar sebanyak 720 KL/bulan untuk mengcover kebutuhan sekitar 38.000 nelayan Lamongan,” katanya.

Matinya fungsi SPBN yang ada di Kecamatan Paciran juga dianggapnya memperparah keadaan. Pasalnya saat stok solar SPBN di Brondong habis, akan terjadi kelangkaan BBM yang mengakibatkan pada akhirnya nelayan tidak bisa melaut. “Saya berharap SPBN ini secepatnya difungsikan kembali dan diserahkan kepada investor yang ahli dan didukung dengan keuangan yang sehat dan juga kuat,” ujarnya.

Soal mekanisme pengisian BBM, lanjut dia, juga harus menjadi perhatian tersendiri. Pasalnya saat air laut surut, otomatis kapal tidak bisa merapat karena terhalang karang untuk melakukan pengisian. Menghadapi masalah seperti itu nelayan akhirnya melakukan pengisian kapalnya dengan jalan memakai drum-drum besar yang diangkut diatas mobil bak terbuka.

“Tindakan itu dianggap menyalahi aturan tentang migas yang dikhawatirkan mereka (nelayan) menyelewengkannya kearah kebutuhan industry. Untuk itu pihak Pertamina dan terkait harus melakukan sosialisasi agar nelayan tidak berurusan dengan pihak berwajib,” paparnya.

Sekdakab Lamongan Nurroso menjelaskan, pasokan SPBN untuk pantura Lamongan pada awalnya sebanyak 736 KL/bulan dengan harga Rp.4.500/L. Dengan pasokan tersebut seluruh armada kapal motor nelayan dapat terlayani. Kemudian pada tahun 2009, banyak nelayan yang beralih ke BBM minyak tanah dengan pertimbangan harga lebih murah yaitu Rp.3.250/L. Sehingga mengakibatkan pasokan BBM solar ke SPBN dikurangi menjadi 192 KL/bulan.

Nurroso menambahkan, setelah adanya kebijakan dari pemerintah pusat terkait konversi minyak tanah ke gas LPG 3 KG, mengakibatkan harga minyak tanah naik. Sehingga nelayan kembali menggunakan BBM solar di SPBN. “Sedangkan pasokan di SPBN tetap, sehingga mengakibatkan kelangkaan BBM solar bersubsidi bagi nelayan,” ujarnya.

Atas upaya Instansi terkait, lanjut dia, saat ini telah dipasok 504 KL/bulan. Namun demikian pasokan tersebut masih lebih rendah dari delevery order SPBN sebesar 720 KL/bulan. “Pemkab Lamongan telah berupaya meminta tambahan dimaksud,” kata dia. Sementara itu, menanggapi keluh kesah tersebut, DPR RI Komisi VII berjanji akan segera merealisasikannya. Mereka bersama PT Pertamina dan BPH Migas juga akan meninjau lokasi kedua SPBN yang berada di Brondong dan Paciran pada Selasa pagi (31/5). “Pertamina siap menambah kuota,” tegas Sutan Sukamotomo, Ketua DPR RI Komisi VII.

Hadir pada kesempatan tersebut Sekkab Lamongan Nurrosso beserta jajarannya, Camat Paciran Heruwidi beserta jajarannya, Camat Brondong, dan Ketua HNSI Lamongan Anas Wijaya bersama sejumlah perwakilan nelayan. Sementara sebanyak 14 orang anggota DPR RI Komisi VII dipimpin langsung oleh Sutan Sukamotomo selaku Ketua DPR RI Komisi VII.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

MUSCAB HNSI LAMONGAN. MASYARAKAT NELAYAN MINTAK RE FORMASI TOTAL. NELAYAN PANTUR. SUDAH TIDAK PERCAYA.

Unknown mengatakan...

Jangan Di Undur undur terus... membuat masyarat nelayan pantura marah buat Somasi.....