Selasa, 07 Juni 2011

Lekatnya Lamongan Dengan Sejarah Islam

Pagi itu aspal di pelataran Pendopo Lokatantra Lamongan belum lagi menghangat. Namun Bupati Fadeli, Wabup Amar Saifudin bersama muspida setempat telah mengenakan pakaian khas Jawa Timuran. Pagi itu pemimpin para Lamongan tersebut akan berangkat menuju Kelurahan Tumenggungan untuk melakukan ziarah leluhur pendiri Lamongan. Di Tumenggungan itu disemayamkan jasad pemimpin Lamongan pertama di era modern, Rangga Hadi dengan gelar Tumenggung Surajaya.

“Dengan berziarah ke makam mbah Lamong ini, merupakan acara sakral nan bermakna, “ ucap Fadeli saat di Makam Mbah Lamong. “Makna kegiatan ini bukan hanya berziarah dan berdo’a saja. Namun mengambil hikmah dari perjalanan berat dan berliku yang telah dilakukan Mbah Lamong. Beliau dengan keikhlasan dan tanpa pamrih memperjuangkan Lamongan, “ imbuh dia.

Dikatakan oleh dia, Mbah Lamong telah meletakkan sendi-sendi pemerintahan dan kemasyarakatan yang baik. Yakni dengan perilaku yang agamis dan sifat yang santun. Sehingga menjadikan Lamongan dikenal sebagai masyarakat yang religius namun juga dinamis dengan hidup penuh kerukunan.

Makam Mbah Sabilan dan Mbah Lamong dalam perayaan Hari Jadi Lamongan (HJL) yang ke-442 tahun ini kembali menjadi jujugan agenda ziarah leluhur. Keduanya bukan hanya dikenal sebagai pemimpin Lamongan di masa awal pemerintahan, namun lekat dengan sejarah syiar Agama Islam. Sebagaimana Lamongan yang hingga kini dikenal kental dengan nuansa Agama Islam. Data dari Bagian Kesmasy setempat, saat ini berdiri 1.628 unit masjid dan 3.784 musholla di Lamongan. Sementara Pondok pesantrennya lebih dari 140 unit. Namun juga banyak berdiri Gereja dan Pura yang menandakan kerukunan umat bergama di Lamongan.

Secara tradisi, kedua makam tersebut bersama makam Mbah Punuk yang berlokasi di wilayah Tumenggunngan Kecamatan Kota Lamongan masuk dalam agenda resmi tahunan HJL. Tumenggungan yang berada di wilayah tengah Lamongan ini sendiri diyakini sebagai pusat pemerintahan masa awal Lamongan, terutama saat mulai dipimpin bupati yang pertama, Tumenggung Surajaya pada periode tahun 1569-1607.

Wilayah ini di masa itu masuk kendali Kasultanan Giri. Pengangkatan Rangga Hadi inilah yang sampai sekarang dijadikan dasar penentuan Hari Jadi Lamongan. Pemuda asal Desa Cancing (Ngimbang) ini menjadi adipati pertama Lamongan dengan gelar Tumenggung Surajaya oleh Sunan Giri IV dari Mapel (Gresik). Pelantikan Rangga Hadi pada 10 Dzulhijah atau 26 Mei 1569 masehi yang bertepatan dengan Hari Idul Adha tersebut sebagai bagian dari strategi untuk menangkal masuknya Portugis. Pun lekat dengan dengan Islam karena dilantik saar hari besar keagamaan.

Kisah Mbah Sabilan juga lekat dengan syiar Islam. Dikisahkan Mbah Sabilan yang seorang patih dari bupati ketiga Lamongan, Raden Panji Puspa Kusuma sekitar tahun 1640-1665 itu meninggal ketika mendampingi putra bupati, yakni Raden Panji Laras dan Panji Liris. Cerita Mbah Sabilan juga terkait erat dengan tradisi di Lamongan bahwa calon pengantin perempuanlah yang harus melamar calon pengantin laki-laki.

Bukan hanya di wilayah tengah, setelah kemunduran Majapahit, di wilayah utara Lamongan juga berkembang dengan pesat pusat-pusat baru pemerintahan Islam. Yang ditandai lahirnya perdikan-perdikan Islam. Seperti Perdikan Sedayu, Drajat dan Sedang Dhuwur.

Di Desa Drajat Kecamatan Paciran, pada tahun 1553 muncul perdikan Islam yang dipimpin oleh Sunan Drajat, keturunan Sunan Ampel. Sementara Perdikan Sendang Dhuwur pada tahun 1561 dipimpin Sunan Sendang atau Raden Rahmat.

Tidak ada komentar: