Kamis, 27 Mei 2010

Ziarah Leluhur Buka Rangkaian HJL

Rangkaian Hari Jadi Lamongan (HJL) ke-441 tahun ini dibuka dengan ziarah makam leluhur Lamongan. Yakni Mbah Sabilan, Mbah Punuk dan Mbah Lamong. Ketiga situs tersebut berada di Kelurahan Tumenggungan Kecamatan Lamongan Kota. Kegiatan itu sendiri dipimpin Bupati Masfuk bersama Wabup Tsalits Fahami, muspida setempat dan sejumlah pejabat eselon di Lamongan, Selasa (25/5). “Hari ini saya bersama Wabup (Tsalits Fahami) menyampaikan sambutan terakhir sebagai Bupati dan Wakil Bupati dalam ziarah leluhur HJL, “ ujar Masfuk saat di kompleks makam Mbah Lamong atau Rangga Hadi yang bergelar Tumenggung Surajaya, bupati pertama Lamongan. Dikatakannya, riwayat luhur dan pndasi yang telah diletakkan oleh Mbah Lamong hendaknya dicontoh dan diaplikasikan dalam kehidupan. Aplikasi tersebut, lanjut dia hendaknya diwujudkan dengan bekerja keras demi kesejahteraan masyarakat. “Saya bersama pak Wabup dengan segala kelbihan dan kekurangan telah bekerja keras bersama seluruh jajaran. Harus diakui bahwa masih ada yang harus dibenahi, namun juga harus diakui pula banyak keberhasilan yang telah bisa diwujudkan sehingga Lamongan kini sejajar dengan daerah-daerah lain, “ kata dia. Kemudian diungkapkannya, 10 tahun lalu, di bidang pendidikan misalnya, belum pernah ada putra Lamongan yang bisa berprestasi di tingkat nasional dengan meraih nilai ujian nasional terbaik. Demikina pula dengan turun tajamnya angka kemiskinan dan tumbuhnya perekonomian di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Jatim. “Saat ini warga Lamongan boleh bangga karena memiliki WBL yang menjadi jujugan wisata jutaan manusia dan mempunyai Persela yang berlaga di liga super, “ ungkap dia. Sebelumnya, saat di situs makam Mbah Sabilan dibacakan sejarah singkatnya dalam bahasa jawa krama inggil (jawa halus). Mbah Sabilan adalah seorang patih dari Bupati ketiga Lamongan, Raden Panji Puspa Kusuma sekitar tahun 1640-1665 yang memiliki dua orang putra yakni Raden Panji Laras dan Panji Liris. Cerita Mbah Sabilan juga terkait erat dengan tradisi di Lamongan bahwa calon pengantin perempuanlah yang harus melamar calon pengantin laki-laki. Karena itulah ketika putri Adipati Wirasaba, Dewi Andanwangi dan Andansari jatuh hati pada kedua putra Raden Panji Puspa Kusuma, yang melamar adalah pihak perempuan. Kedua putri ini melamar dengan diwajibkan untuk membawa hadiah dua buah genuk atau tempat air dari batu dan dua tikar. Kedua benda tersebut sebenarnya sebagai isyarat agar keduanya mau memeluk Islam karena genuk melambangkan tempat wudhu dan tikar untuk sholat. Demikian pula ketika di situs makam Mbah Lamong juga dibacakan riwayat singkat adipati pertama Lamongan yang diwisuda pada 10 Dzulhijjah 976 Hijriyah atau 26 Mei 1569 Masehi oleh Sunan Giri. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai Hari Jadi Lamongan. Sebutan Mbah Lamong sendiri diyakini berasal dari pribadi Rangga Hadi yang pandai ngemong masyarakat. Sementara penamaan Lamongan berasal dari wilayah dimana Mbah Lamong bermukim. “Teladan dan keluhuran budi beliau inilah yang harus kita teladani bersama demi kemajuan Lamongan, “ pungkas Masfuk kala di situs makam Mbah Lamong.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Bankit lah Lamongan untuk negeri Indonesia
problem yg ada penerangan lampu jalan
dan jalan kabupaten ,dari lamongan sd sambeng,sukodadi sd wbl,pucuk sd brondong ,deket sd glagah dan lainya lagi ,dengan perbaikan penerangan dan jalan yg bagus yakin lamongan bakal menjadi satu kabupaten yg luar biasa ,sekarang kapan mewujudkanya,...??? Terima kasih