Senin, 02 Mei 2011

Kesulitan Mengarsir LJK

Sesekali, Mudhofar harus membantu Supriyadi mengarsir LJK (lembar jawaban komputer) UN (ujian nasional) tingkat SMP. Terkadang arsirannya tidak sampai penuh, sesekali pula arsiran Supriyadi melebihi lingkaran yang disediakan. Hal itu terjadi lantaran Supriyadi adalah Tuna Daksa. Salah satu dari empat siswa SMP Luar Biasa (SMPLB) Ma’arif yang hari itu mengikuti UN.

Mudhofar bersama Nunuk adalah dua orang staf pengajar di SMPLB Ma’arif yang di hari pertama UN tingkat SMP sederajat itu bertugas menjadi pengawas ujian. Dikatakan Mudhofar, keempat siswa yang hari itu mengikuti ujian Bahasa Indonesia telah terbiasa mengisi lembar ujian dengan cara disilang. Sehingga keduanya harus sabar mengawasi arsiran mereka.

“Terutama yang Tuna Daksa, mereka memerlukan pengawasan dan bimbingan lebih. Arsiran jawaban di LJKnya sering tidak pas. Karena mereka memiliki keterbatasan kemampuan di tangannya. Kasihan kalau sampai LJKnya tidak terbaca komputer hanya karena keterbatasan mereka, “ ujar Mudhofar.

Sementera untuk siswa Tuna Rungu, lanjut dia, pengawas juga harus menerangkan aturan pengisian LJK. Penjelasan tersebut tentu saja harus diberikan dalam bahasa isyarat. Sementara untuk pengisian arsirannya, siswa yang Tuna Rungu itu relatif tidak bermasalah. “Untuk soal ujian dan LJK sama persis dengan untuk mereka yang tidak memiliki kekurangan. Berbeda nantinya kalau yang megikuti ujian adalah Tuna Netra. Tentu harus menggunakan soal dan LJK khusus, “ imbuh dia.

Peserta UN di SMP yang di pimpin Tri Joko Mulyoto itu tiap tahun selalui fluktuatif. Selain karena siswanya terbatas, juga karena terkadang menyertakan siswa dari sekolah lain. Seperti tahun lalu ada peserta UN dari SMPLB Muhammadiyah. Namun tahun ini tidak ada peserta dari sekolah itu.

Tahun ini peserta UN di SMPLB itu adalah Dimas Bayu Prasetyo, A Hafid Faiz Elmuttakin, Supriyadi dan Munir. Keempatnya seperti dituturkan Mudhofar masih akan melanjutkan di SMALB Ma’arif. Sekolah yang berada satu kompleks di Banjarmendalan bersama SDNLB dan SMPLB Ma’arif.

Di sekolah itu mereka dibekali sejumlah ketrampilan sesuain dengan minat dan kemapuan. Seperti Munir yang terampil memperbaiki kipas angin dan membuat kerajinan keset dari bahan kaos bekas. Sedangkan Faiz kini sudah pandai memangkas rambut. “Yang paling penting adalah terus memotivasi mereka agar memiliki kemampuan lebih, “ kata Mudhofar.

Penjelasan lain terkait kelanjutan siswa SMPLB itu diberikan Tri Joko. Menurut dia, akan jadi cukup sulit jika siswa itu menginginkan untuk melanjutkan di sekolah negeri. Karena dua sekolah yang selama ini ditunjuk, yakni SMPN 2 dan SMAN 2 Lamongan sudah berstatus rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). “Karena sudah berstatus RSBI, menurut penjelasan sejumlah pihak, saya harus minta petunjuk dulu dari Dinas Pendidikan (Pemprov) Jatim, “ ujarnya.

“Sebelumnya sudah ada siswa dari sini yang melanjutkan ke dua sekolah yang ditunjuk itu. Bahkan sudah ada tiga orang siswa lulusan sini yang kini kuliah di Unesa Surabaya. Saya tentu berharap perlakuan bisa sama seperti yang dilakukan oleh PTN. Mereka tidak mempermasalahkan jika ada mahasiswanya memiliki kekurangan fisik, “ pungkasnya.

Tidak ada komentar: